Rabu, 04 Maret 2009

Terrain Map as Fasade

Untuk melakukan proses mendesain, ada beberapa langkah yang perlu kita lakukan. Pertama-tama kita harus mengetahui faktor-faktor, baik factor internal maupun factor eksternal, yang berpengaruh dalam proses mendesain tersebut. Sebagian besar faktor yang kita cari biasanya kita dapatkan dari kondisi site atau lokasi (tapak) tempat di mana hasil desain kita tersebut pada akhirnya akan direalisasikan. Saat teknologi belum berkembang, manusia melakukan pengamatan secara manual dengan melakukan observasi langsung ke lapangan dan melihat langsung kondisi medan. Namun, seringkali terjadi beberapa problem.
Bagaimana jika site yang harus kita analisis sangat luas sehingga kita tidak bias melihat keseluruhan kondisi site secara langsung?
Bagaimana jika letak site sangat jauh dari tempat kita?



Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kemudian manusia mulai berpikir. Mereka mencari akal untuk mengatasi hal tersebut misalnya dengan mengambil foto udara. Namun hal ini sangat sulit, rumit, dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Kemudian teknologi makin berkembang dan muncullah program atau software Google Earth yang lebih praktis. Untuk sementara waktu munculnya Google Earth sangat membantu proses kerja mendesain. Namun manusia masih belum puas. Dengan fasilitas Google Earth kita hanya bisa melihat gambaran 2 dimensinya saja. Kita tidak bisa melihat langsung kondisi relief/kontur site yang akan kita gunakan. Padahal kondisi kontur site juga sangat mempengaruhi hasil desain nantinya. Maka muncullah apa yang disebut Digital Terrain Model (DTM), yaitu suatu proses untuk memperoleh model atau bentuk yang mendekati dari permukaan bumi.
Untuk mendapatkan gambaran Digital Terrain Model tersebut kita perlu melakukan beberapa langkah. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut. Pertama-tama model dijital keadaan medan harus diubah dahulu ke dalam format CAD agar dapat dikerjakan. Dengan cara lain dapat pula dilakukan dengan men-download dari internet dan kemudian kita simpan dalam bentuk format .dem (digital elevation model) yang kemudian kita import ke Google Sketchup dan pada akhirnya kita eksport menjadi file dengan format .dwg. Setelah diubah menjadi data dalam format .dwg, peta site tersebut dapat kita lihat menggunakan program Mi
croStation V8 dan kemudian dapat kita pergunakan dan kembangkan lebih lanjut.
Pada tahap ini model masih berupa gambaran (mesh) secara kasar dan tidak menampakkan ketebalan. Oleh karena itu kita masih perlu memperbaikinya atau dengan kata lain ”memoles” lebih lanjut dengan menghilangkan bagian-bagian yang tidak berhubungan dengan desain fasad. Untuk hasil yang lebih baik, dapat pula kita mengubah gambaran tersebut ke dalam model yang solid yang menampakkan material yang digunakan sehingga dapat menunjukkan kedalaman dan ketebalan.

24 komentar:

  1. hmm, google earth, ya? kemarin waktu mencari site untuk studio kami juga pakai itu (sebenarnya gunawan, sih.aku gak bisa) menurut pendapat saya, program google earth memang cukup berguna.namun, ada kalanya tetap merasakan kesulitan. yang lebih baik memang melihat keadaan site secara langsung karena ibaratnya merasakan feel dari site tersebut. lagipula bukankah ada jarak waktu antara gambar yang di ambil dengan google earth dengan kondisi yang asli?

    BalasHapus
  2. yups...mungkin ada benernya yang dibilang De Kaha...
    yang pasti dua2nya harus kita jalani pakai google earth dan terjun langsung ke lokasi..bisa saling melengkapi gitu...
    artikel yang dijabarkan fabi emang keren tapi mungkin masih cukup rumit apalagi bagi pemula mungkin masih perlu belajar banyak...
    pokoknya semangat terus dech belajar tentang teknologi yang berkembang...sip...

    BalasHapus
  3. google earth emang masih sering di pake samapi sekarang. Bahkan sampai sekarng juga kita masih mengadakan survey langsung. Cara atau software yang dijelasin di sini emang ok tapi kog ribetnya setengah mati ya???
    Terus gimana kalo orangnya gaptek? Apa di akan terus terpuruk dengan memakai cara manual seperti survey?hehehe...

    BalasHapus
  4. Sependapat sama beberapa comment sebelumnya nih.. mungkin dengan adanya software2 seperti itu sangat membantu dalam menganalisis suatu site.. tapi kalo emang memungkinkan kita untuk survey ke site secara langsung tentu akan lebih baik.. kita jadi bener2 ngerti kondisi site itu sendiri..
    Namun, mungkin akan lebih baik jika kedua nya dilakukan,, jadi sebelum survey langsung kita bisa cari data dulu melalui software tersebut.. toh membantu memperingan pekerjaan kita..

    BalasHapus
  5. aduhh,,,ribet ya pake software DTM itu,,,
    emg itu sih kendalanya kalau kita harus survey site tapi site nya g sesuai ma bayangan kita,,,

    BalasHapus
  6. hakksss....

    ribet jga yah ternyata klo make DTM..
    tp klo bisa survey langsung kayanya lebi asik survey langsung...
    tinggal mikirin lokasi ma ongkos bensin huehe...

    pake DTM banyak bgd yg harus dipikirin dan di convert2 gtuw...(>.<)

    makasie iyah infonyo...

    BalasHapus
  7. Kalau kita dapat memanfaatkan teknologi dengan baik, kita dapat membuat kontur dengan sangat mudah dan lebih presisi dibandingkan jika kita survei secara langsung. Namun, yang tidak dapat kita peroleh adalah perasaan atau suasana di tempat itu. Padahal untuk mendesain sangat penting bagi kita untuk memahami keadaan dan suasana sekitar. Jadi survei dan teknologi tetap dibutuhkan. Dengan kontur yang presisi kita dapat mendesain dengan keadaaan yang sama seperti sebenarnya.

    BalasHapus
  8. fiuuhh...rumit juga yaa programnya...

    tapi program ini pasti berguna banget buat para arsitek yang punya proyek di seluruh belahan dunia, khususnya arsitek terkenal yang sangat sibuk
    (semoga deh suatu saat nanti jadi arsitek yang kayak gini..amin.huehehe...)

    jadi mereka dapat melihat seluruh bagian site dan konturnya nya secara detail tanpa harus melihat langsung site.walau ada baiknya juga mengunjungi site secara langsung.

    nice post fab...^_^

    BalasHapus
  9. pertanyaannya adalah...setelah kita pake software itu..apa iya itu bener2 akan kita manfaatkan dengan baik?bakal bener2 berpengaruh ma desain ga???
    mungkin ini lebih ke masalah kontur...karena setelah tau konturnya...arsitek tetep aja sukanya cut n fill..y ga si???maaf kalo g nyambung,

    BalasHapus
  10. wah,,,berarti ini ada hubunganNa dengan desain kawasan yaaa???

    BalasHapus
  11. wah susah juga ya harus memadukan beberapa software..
    tapi hasil yang didapat juga akurat si
    jadi arsitek bisa mendisain tanpa kesulitan mengetahui keadaan kontur tanpa harus survei berulang-ulang kali

    BalasHapus
  12. wwwahhh..
    kayaknya programnya rumit..
    tapi kayaknya hasilnya mantep sih..

    BalasHapus
  13. kalau site yang luas, memang mau ga mau ya harus dengan bantuan sofware2 seperti ini...itu memang sangat membantu, tapi kalau memungkinkan ya sebisa mungkin kita melihat langsung sitenya...aku rasa itu akan lebih jelas karena melihat kenyataannya

    BalasHapus
  14. tambah lagi ilmu pemanfaatan google earth
    ternyata bukan cuma buat liat gambar 2D, google earth bisa juga untuk bikin model 3D
    walaupun mungkin caranya agak rumit, tapi ini merupakan salah satu tambahan ilmu yang cukup berguna

    BalasHapus
  15. yayaya, berati emang kalo kita kalo kita membutuhkan suatu kemudahan kita juga perlu belajar bagaimana menggunakannya..haha* jadi masalahnya tambah satu..hehe*
    no application without skill..

    BalasHapus
  16. wihuiii...makin g terasa aja hubungan jarak sama waktu. kalo liat gambarnya berarti memungkinkan kita punya proyek di tempat yang jauuuuuh bgt gt ya?
    lah data lokasi secara visualnya udah ok gini..
    cip..cip..bisa mengurangi ongkos perjalanan niy..
    semoga ada orang bnua tetangga yang mengenalku,haha..amiiin..

    BalasHapus
  17. wahhh kita makin dimanja rupanya!
    wedeww tapi tetep aja ada "sesuatu yang hilang" kalau kita ga terjun langsung ke sitenya yang asli..
    kalupun teknologi mempermudah, dijaminkah data2 yang ditampilkan itu udah akurat?

    BalasHapus
  18. jadi terrain map ini bantu kita buat liat lokasi tapaknya y?
    wah, brarti oke dong..
    bisa nambahin data2 kita abis survei site tp hasilnya kurang..

    BalasHapus
  19. DTM mmg rodo mbulet2 ..aku aja yang kebagian tema nya masih belum begitu dong dong dong2

    BalasHapus
  20. wah, nambah ilmu ttg teknik analisa tapak. tp agak repot jg ya impor ekspor segala. (ho2).
    tp asumsi ku ttp ttp mengatakan bahwa DTM mantabh koq untuk analisis topografi

    BalasHapus
  21. software - software seperti google earth sangat membantu kita dalam menganalisis site............................

    BalasHapus
  22. yaahh...
    mungkin software ini lebih bnyak pemanfaatannya untuk teman2 kita yang berprofesi dibidang ahli bumi, atau dalam skala lebih kecil, sebagai arsitek, kita bisa memanfaatkannya jika memang kit butuh peta kontur tanah pada site2 yang ekstrim, seperti pembangunan villa di kawasan pegunungan?

    BalasHapus
  23. Tidak dapat berkomentar banyak, tetapi sungguh teknologi seperti ini sangat bermanfaat untuk proses perancangan, karena dapat meberikan keakuratan dalam proses pengerjaan perancangan. Dengan data yang akurat, dapat meminimalisir pengeluaran dana untuk re-desain dan pengukuran site. Tambal-potong site dapat dikurangi sehingga mengurangi biaya untuk pembangunan desain. Selain itu, data dapat diperoleh tanpa harus beranjak dari ruangan. Sungguh sangat efektif dan efisien.
    Namun, yang perlu diperhatikan adalah bahwa kita harus mengecek ulang data yang diperoleh, sesuai dengan perkataan diatas, bahwa model yang tercipta harus dipoles ulang. Dan kita mampu memoles model ini jika kita mendapatkan informasi lain tentang kondisi site. Misalnya, dengan durvey langsung ke lokasi site. Mari kita belajar dari anak PWK untuk mempelajarinya. Agar kita mampu maksimal dalam bekerja sebagai seorang arsitek.

    BalasHapus
  24. “sip..fab…enak d baca...klompok dhewe sist...!!!”

    BalasHapus